Sunday, 24 March 2019
Jadi Bakir Makna / Arti Dan 3 Prinsip Penting Dalam Proses Pembelajaran
Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan bukan hanya sekedar memberikan materi pelajaran akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses mencar ilmu mengajar siswa harus dijadikan sebagai sentra dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan akseptor didik. Pembelajaran perlu memberdayakan semua potensi akseptor didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan sikap khusus supaya setiap individu bisa menjadi pebelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar.
Dalam implementasinya, walaupun istilah yang dipakai "pembelajaran", tidak berarti guru harus menghilangkan kiprahnya sebagai pengajar, alasannya ialah secara konseptual intinya dalam istilah mengajar itu juga bermakna membelajarkan siswa. Mengajar-belajar ialah dua istilah yang mempunyai satu makna yang tidak sanggup dipisahkan. Mengajar ialah suatu acara yang sanggup membuat siswa belajar. Keterkaitan antara mengajar dan mencar ilmu diistilahkan Dewey sebagai "menjual dan membeli" Teaching is to Learning as Selling is to Buying. Artinya, seseorang mustahil akan menjual manakala tidak ada orang yang membeli, yang berarti tidak akan ada perbuatan mengajar manakala tidak membuat seseorang belajar. Dengan demikian dalam istilah mengajar, juga terkandung proses mencar ilmu siswa. Inilah makna pembelajaran.
baca: model dan jenis pembelajaran
Dalam konteks pembelajaran, sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa disatu pihak dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam istilah pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal demikian juga halnya dengan siswa. Perbedaan dominasi dan acara di atas, hanya menerangkan kepada perbedaan tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran. Sebagai teladan saat guru memilih proses mencar ilmu mengajar dengan memakai metoda buzz group (diskusi kelompok kecil), yang lebih menekankan kepada acara siswa, maka tidak berarti kiprah guru semakin kecil. Ia akan tetap dituntut berperan secara optimal semoga proses pembelajaran dengan buzz group itu berlagsung dengan baik dan optimal. Demikian juga sebaliknya saat guru memakai pendekatan ekspositori (contohnya dengan ceramah) dalam pembelajaran, tidak berarti kiprah siswa menjadi semakin kecil. Mereka harus tetap berperan secara optimal dalam rangka menguasai dan memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Dari uraian tersebut, maka nampak terang bahwa istilah "pembelajaran" (instruction) itu memperlihatkan pada perjuangan siswa mempelajari materi pelajaran sebagai akhir perlakuan guru. Disini jelas, proses pembelajaran yang dilakukan siswa mustahil terjadi tanpa perlakuan guru. Yang membedakannya hanya terletak pada peranannya saja.
Bruce Weil, (1980) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran semacam ini.
Pertama, proses pembelajaran ialah membentuk kreasi lingkungan yang sanggup membentuk atau merubah struktur kognitif siswa. Tujuan pengaturan lingkungan ini dimaksudkan untuk menyediakan pengalaman mencar ilmu yang memberi latihan-latihan penggunaan fakta-fakta. Menurut Piaget, struktur kognitif akan tumbuh manakala siswa mempunyai pengalaman belajar. Oleh lantaran itu proses pembelajaran menuntut acara siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri.
Kedua, bekerjasama dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipe pengetahuan yang masing-masing memerlukan situasi yang berbeda dalam mempelajarinya. Pengetahuan tersebut ialah pengetahuan fisik, sosial dan logika. Pengetahuan fisis ialah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau insiden menyerupai bentuk, besar, berat, serta bagaimana objek itu berinteraksi satu dengan yang lainnya. Pengetahuan fisis diperoleh melalui pengalaman indra secara langsung. Misalkan anak memegang kain sutra yang terasa halus, atau memegang logam yang bersifat keras dan lain sebagainya. Dari tindakantindakan eksklusif itulah anak membentuk struktur kognitif perihal sutra dan logam.
Pengetahuan sosial bekerjasama dengan sikap individu dalam suatu sistem sosial atau korelasi antara insan yang sanggup mempengaruhi interaksi sosial. Contoh pengetahuan perihal aturan, hukum, moral, nilai, bahasa dan lain sebagainya. Pengetahuan perihal hal di atas, muncul dalam budaya tertentu sehingga sanggup berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain. Pengetahuan sosial tidak sanggup dibuat dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibuat dari interaksi seseorang dengan orang lain. Ketika anak melaksanakan interaksi dengan temannya, maka kesempatan untuk membangun pengetahuan sosial sanggup berkembang (Wadsworth, 1989)
Pengetahuan budi bekerjasama dengan berpikir matematis, yaitu pengetahuan yang dibuat menurut pengalaman dengan suatu objek dan insiden tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi menurut koordinasi korelasi atau penggunaan objek. Pengetahuan logis hanya akan berkembang manakala anak bekerjasama dan bertindak dengan suatu objek, walaupun objek yang dipelajarinya tidak menawarkan isu atau tidak membuat pengetahuan matematis.
Pengetahuan ini diciptakan dan dibuat oleh pikiran individu itu sendiri, sedangkan objek yang dipelajarinya hanya bertindak sebagai media saja. Misalkan pengetahuan perihal bilangan, anak sanggup bermain dengan himpunan kelereng atau apa saja yang sanggup dikondisikan. Dalam konteks ini anak tidak mempelajari kelereng sebagai sumber pengetahuan, akan tetapi kelereng merupakan alat untuk memahami bilangan matematis. Jenis-jenis pengetahuan itu mempunyai karakteristik tersendiri, oleh lantaran itu pengalaman mencar ilmu yang harus dimiliki oleh siswa mestinya berbeda.
baca: cara meningkatkan motivasi mencar ilmu siswa
Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan kiprah lingkungan sosial. Anak akan lebih baik mempelajari pengetahuan budi dan sosial dari temannya sendiri. Melalui pergaulan dan korelasi sosial, anak akan mencar ilmu lebih efektif dibandingkan dengan mencar ilmu yang menjauhkan dari korelasi sosial. Oleh karena, melalui korelasi sosial itulah anak berinteraksi dan berkomunikasi, membuatkan pengalaman dan lain sebagainya, yang memungkinkan mereka berkembang secara wajar.
Selama menjalani proses kehidupannya, dari mulai lahir hingga dengan final hayatnya insan tidak akan terlepas dari duduk kasus atau masalah. Selama kehidupannya insan mempunyai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut insan akan dihadapkan pada banyak sekali rintangan. Manakala ia berhasil mencapai rintangan itu, selanjutnya ia akan dihadapkan pada tujuan gres yang semakin berat, manakala ia berhasil mengatasi rintangan itu, maka segera akan muncul tujuan yang lain, demikianlah kehidupan manusia. Manusia yang berkualitas dan sukses, ialah insan yang bisa menembus setiap tantangan yang muncul. Dan insan gagal ialah insan yang tidak bisa mengatasi setiap kendala sehingga ia akan tergusur oleh perubahan zaman yang sangat cepat berubah.
Atas dasar uraian di atas, maka proses pembelajaran harus diarahkan semoga siswa bisa mengatasi setiap tantangan dan rintangan dalam kehidupan yang cepat berubah, melalui sejumlah kompetensi yang harus dimiliki, yang meliputi, kompetensi akademik, kompetensi okupasional, kompetensi kultural dan kompetensi temporal. Itulah sebabnya, makna mencar ilmu bukan hanya mendorong anak semoga bisa menguasai sejumlah materi pelajaran akan tetapi bagaimana semoga anak itu mempunyai sejumlah kompetensi untuk bisa menghadapi rintangan yang muncul sesuai dengan perubahan pola kehidupan masyarakat.
Labels:
Guru,
Pedagogik,
Pembelajaran,
Referensi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment