Friday, 10 April 2020

Lebih Bakir Pemberian Profesi Guru Akan Dihapus, Gantinya Guru Mendapatkan Pemberian Sesuai Kompetensi Dan Kinerja

Sahabat Edukasi yang berbahagia…

Pemerintah berencana menghapus dukungan profesi guru (TPG). Dengan peniadaan itu, ke depan guru hanya akan mendapatkan dukungan kinerja sesudah melalui pengujian.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sumarna Surapranata mengatakan, dasar peniadaan TPG alasannya tidak semua guru berkinerja anggun meskipun telah menerima dukungan itu. Kemendikbud pun menggariskan bahwa insentif kepada guru akan diberikan sesuai dengan kompetensi dan kinerja.

”Ini artinya TPG harus disesuaikan. Pemerintah ingin secepatnya insentif berbasis kompetensi dan kinerja itu (direalisasi),” katanya di Jakarta kemarin. Pranata menerangkan, peniadaan TPG sah dilakukan mengingat dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebutkan bahwa besaran honor PNS tergantung pada kinerja.

”Ke depan, dukungan harus diubahsuaikan dengan tiga komponen uji yang akan dilakukan Kemendikbud, yaitu penilaian kinerja guru (PKG), uji kompetensi guru (UKG), dan prestasi siswa,” ujarnya.

Pranata melanjutkan, reformasi dukungan guru akan dimulai tahun ini dengan penerapan UKG pada 19 November- 27 November. Selain itu akan dilaksanakan pula penilaian kinerja guru untuk memastikan kualitas dan transparansi penilaian kinerja mereka.

Dua hal itu akan menjadi sajian pada pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). ”Jadi rapor guru nantinya harus terdiri atas PKG, UKG, dan prestasi belajar. Adanya PKB ini merupakan terobosan gres training guru,” ujarnya.

Guru besar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Hafid Abbas menilai sertifikasi guru melalui portofolio dan training 90 jam tak lebih dari formalitas belaka. Guru tidak dilatih, melainkan hanya diberi akta secara cuma-cuma. Hafid mendukung revisi sertifikasi guru alasannya tidak memberi imbas perbaikan atas mutu pendidikan nasional.



Padahal penyelenggaraannya telah menguras 2/3 dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20% APBN. ”Pada 2010 biaya sertifikasi mencapai Rp. 110 triliun. Namun Bank Dunia memublikasi guru yang sudah sertifikasi dan yang belum ternyata menawarkan prestasi yang relatif sama,” tuturnya.

Hafid menegaskan, ada tiga implikasi dari agenda sertifikasi yang mesti dibenahi diantaranya:

1.  Kemendikbud harus menghilangkan contoh formalitas penyelenggaraan agenda sertifikasi guru.
2.   Kaitkan sertifikasi dengan pembenahan prosedur pengadaan dan perekrutan calon guru di perguruan tinggi tinggi.
3.   Sertifikasi guru harus diselenggarakan berbasis kelas.

Selama ini mereka yang mengikuti training tidak dirancang untuk mengamati kompetensinya mengajar di kelas. ”Akibatnya sertifikasi guru tidak berdampak pada peningkatan mutu,” urainya.

No comments:

Post a Comment