Saturday, 15 December 2018

Jadi Arif Keluar Dari Grup Whatsapp Termasuk Pemutusan Silaturrahmi Apa Tidak Ya?


Keluar Dari Grup WhatsApp Termasuk Pemutusan Silaturrahmi Apa Tidak Ya?. WhatsApp merupakan media umum yang sekarang banyak diminati semua kalangan dengan aneka macam alasan, salah satunya alasannya yaitu aplikasi yang satu ini sinkron dengan kontak yang kita simpan di HP. Selain itu juga sanggup menciptakan grup untuk aneka macam kepentingan di mana admin sanggup menambahkan nomor kontak kita ke dalam grup tersebut.

Nah ketika kita sudah bergabung digrup tersebut seringkali kita memutuskan untuk keluar dari grup tersebut dengan aneka macam alasan dan pertimbangan. Seperti:

  1. Gangguan hape alasannya yaitu terlalu banyak grup yang diikuti
  2. Selesainya kerja bersama alasannya yaitu grup itu bersifat sementara
  3. Baterai gampang lemah, alasannya yaitu pusing terlalu banyak grup yang diikuti, atau
  4. Mundur alasannya yaitu merasa tidak akan sanggup aktif berpartisipasi di dalam grup
  5. Isi konten tidak sesuai / keluar dari topik grup yang sebenarnya
  6. Penyebarkan hoaks, ujaran kebencian, berisi ghibah, atau lelucon-lelucon yang tidak perlu
  7. dan Lain-lain

Pertanyaannya adalah: Bolehkah kita keluar dari grup dengan aneka macam alasan ibarat diatas?, apakah keluarnya kita dari grup termasuk bentuk pemutusan hubungan silaturahmi???

Keluar atau left dari grup yaitu tindakan darurat di mana grup lebih mayoritas berisi hoaks, ujaran kebencian, atau isu yang sangat naif. Kalau tanpa uzur apapun, left dari grup bukan pilihan terbaik. Keluar atau left dari grup merupakan pilihan kesekian.

Tetapi ketika arus isu di grup tak terkendali, maka keluar dari grup whatsApp dimungkinkan sebagai keterangan Imam An-Nawawi berikut ini:

اعلم أنه ينبغي لمن سمع غيبة مسلم أن يردها ويزجر قائلها، فإن لم ينزجر بالكلام زجره بيده، فإن لم يستطع باليد ولا باللسان، فارق ذلك المجلس، فإن سمع غيبة شيخه أو غيره ممن له عليه حق، أو كان من أهل الفضل والصلاح، كان الاعتناء بما ذكرناه أكثر

Artinya, "Ketahuilah, orang yang mendengar ghibah terhadap seorang Muslim seyogianya menolak ghibah tersebut dan menegur orang yang melontarkannya. Jika dengan ucapan orang itu tidak berhenti, maka ia boleh mengambil langkah-langkah nonverbal. Jika tidak sanggup menegur secara lisan dan nonverbal, maka ia boleh mufaraqah atau walk out dari majelis tersebut. Jika ia mendengar ghibah terhadap gurunya, orang yang mempunyai hak atasnya, atau orang terpandang atau saleh, maka perhatiannya terhadap keterangan kami tadi harusnya lebih besar."

Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294

Menurut Imam An-Nawawi, Islam menganjurkan kita menegur orang lain yang mengembangkan hoaks dan ujaran kebencian terkait guru agama atau para kiai. Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini:

روينا في كتاب الترمذي عن أبي الدرداء رضي الله عنه عن النبي (صلى الله عليه وسلم) قال: من رد عن عرض أخيه رد الله عن وجهه النار يوم القيامة قال الترمذي: حديث حسن

Artinya, "Kami diriwayatkan di Kitab At-Tirmidzi dari Abu Darda RA, dari Rasulullah SAW bahwa ia bersabda, ‘Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat.’ Imam At-Tirmidzi berkata, kualitas hadits ini hasan."

Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 294

Pembelaan kehormatan orang lain atau guru agama di grup whatsApp sanggup dilakukan dalam aneka macam bentuk. Ibnu ‘Alan menyebutkan dua bentuk pembelaan nama orang lain sebagai berikut:

قوله من رد عن عرض أخيه أي إذا اغتيب إما بتكذيب القائل أو بحمل ما تكلم به عنه على محمل حسن يخرج به عن كونه ذما

Artinya, "Maksud ungkapan ‘Siapa saja yang membela kehormatan saudaranya’ yaitu ketika saudaranya dighibahkan ia mendustakan ucapan orang yang melontarkannya atau menafsirkan ghibah itu dengan pengertian baik atau husnuzhan di mana yang terkena ghibah tidak tercela dalam pandangannya."

Lihat Ibnu ‘Alan, Al-Futuhatur Rabbaniyyah, [Beirut: Daru Ihyait Turats Al-Arabi, tanpa catatan tahun], juz VII, halaman 15

Perihal yang disebarkan melalui hoaks atau ujaran kebencian itu sanggup dikaitkan dengan sasaran ghibah. Imam Al-Ghazali menyebut sejumlah sasaran ghibah terkait seseorang dalam Ihya Ulumiddin berikut ini:

بيان معنى الغيبة وحدودها اعلم أن حد الغيبة أن تذكر أخاك بما يكرهه لو بلغه، سواء ذكرته بنقص في بدنه أو نسبه أو في خلقه أو في فعله أو في قوله أو في دينه أو في دنياه حتى في ثوبه وداره ودابته

Artinya, "Bab menandakan ghibah dan batasannya. Ketahuilah, batasan ghibah yaitu ucapanmu terkait orang lain dengan konten yang tidak disenanginya jikalau pesan itu hingga padanya. Sama saja, apakah kau menyebut kekurangan pada fisik, nasab, akhlak, perbuatan, ucapan, tingkat kesalehan, soal keduniaan, bahkan pakaian, rumah, dan kendaraannya."

Lihat Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Kairo: Darus Syi’ib, tanpa catatan tahun], juz IX, halaman 1599

Menurut irit kami, anggota grup whatsApp semenjak awal mesti mengetahui tujuan pembentukan grup. Dengan tujuan yang jelas, mereka sanggup menciptakan norma-norma yang mesti dipatuhi setiap anggota. Inisiator pembuat grup whatsApp atau admin dalam hal ini sanggup bertindak sebagai moderator yang bertanggung jawab atas arus isu dalam grup.

Adapun keluar dari grup, berdasarkan kami, bukan pilihan terbaik. Ia hanya jalan terakhir yang harus ditempuh jikalau konten di dalamnya tak terkendali sementara norma-norma yang disepakati anggota grup whatsApp tak lagi diindahkan sebagai keterangan Imam An-Nawawi di muka. Jadi, keluar dari grup tidak serta selalu harus dimaknai sebagai pemutusan silaturahmi.

Demikian tanggapan singkat kami. Semoga sanggup dipahami dengan baik.

No comments:

Post a Comment