Sunday, 16 December 2018

Jadi Cendekia Definisi, Macam-Macam, Dan Prinsip Toleransi Dalam Beragama


Definisi Toleransi: Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal dari kata "toleran" itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.Toleransi juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara bahasa atau etimologi toleransi berasal dari bahasa Arab tasamuh yang artinya ampun, maaf dan lapang dada.

Secara terminologi, berdasarkan Umar Hasyim, toleransi yaitu proteksi kebebasan kepada sesama insan atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.

Namun berdasarkan W. J. S. Poerwadarminto dalam "Kamus Umum Bahasa Indonesia" toleransi yaitu sikap/sifat menenggang berupa menghargai serta memperbolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri.

Istilah Tolerance (toleransi) yaitu istilah modern, baik dari segi nama maupun kandungannya.

Istilah ini pertama kali lahir di Barat, di bawah situasi dan kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas. Toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerantia, yang artinya kelonggaran, kelembutan hati, dispensasi dan kesabaran. Dari sini sanggup dipahami bahwa toleransi merupakan perilaku untuk memperlihatkan hak sepenuhnya kepada orang lain supaya memberikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda.

Secara etimologis, istilah tersebut juga dikenal dengan sangat baik di dataran Eropa, terutama pada revolusi Perancis. Hal itu sangat terkait dengan slogan kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang menjadi inti revolusi di Perancis.

Ketiga istilah tersebut mempunyai kedekatan etimologis dengan istilah toleransi. Secara umum, istilah tersebut mengacu pada perilaku terbuka, lapang dada, sukarela dan kelembutan. Kevin Osborn menyampaikan bahwa toleransi yaitu salah satu pondasi terpenting dalam demokrasi.

Sebab, demokrasi hanya bisa berjalan dikala seseorang bisa menahan pendapatnya dan kemudian mendapatkan pendapat orang lain. Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa toleransi yaitu suatu perilaku atau tingkah laris dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain dan memperlihatkan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengukuhan hak-hak asasi manusia.

Macam-macam Toleransi


1. Toleransi Terhadap Sesama Agama


Adapun kaitannya dengan agama, toleransi beragama yaitu toleransi yang meliputi masalah-masalah keyakinan pada diri insan yang bekerjasama dengan keyakinan atau yang bekerjasama dengan ke-Tuhanan yang diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk menyakini dan memeluk agama (mempunyai akidah) masing-masing yang dipilih serta memperlihatkan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau yang diyakininya.

Toleransi mengandung maksud supaya membolehkan terbentuknya sistem yang menjamin terjaminnya pribadi, harta benda dan unsur-unsur minoritas yang terdapat pada masyarakat dengan menghormati agama, moralitas dan lembaga-lembaga mereka serta menghargai pendapat orang lain serta perbedaan-perbedaan yang ada di lingkungannya tanpa harus berselisih dengan sesamanya alasannya yaitu hanya berbeda keyakinan atau agama.

Toleransi beragama mempunyai arti perilaku tulus seseorang untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melakukan ibadah mereka berdasarkan aliran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain maupun dari keluarganya sekalipun.

Dalam agama telah menggariskan dua teladan dasar relasi yang harus dilaksanakan oleh pemeluknya, yaitu : relasi secara vertikal dan relasi secara horizontal. Yang pertama yaitu relasi antara langsung dengan Khaliknya yang direalisasikan dalam bentuk ibadat sebagaimana yang telah digariskan oleh setiap agama. Hubungan dilaksanakan secara individual, tetapi lebih diutamakan secara kolektif atau berjamaah (shalat dalam Islam).

Pada relasi ini berlaku toleransi agama yang hanya terbatas dalam lingkungan atau intern suatu agama saja. Hubungan yang kedua yaitu relasi antara insan dengan sesamanya. Pada relasi ini tidak terbatas panda lingkungan suatu agama saja, tetapi juga berlaku kepada semua orang yang tidak seagama, dalam bentuk kerjasama dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Dalam hal menyerupai inilah berlaku toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama.

2. Toleransi Terhadap Non Muslim


Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama berpangkal dari penghayatan aliran masing-masing. Menurut said Agil Al Munawar ada dua macam toleransi yaitu toleransi statis dan toleransi dinamis. Toleransi statis yaitu toleransi cuek tidak melahirkan kerjasama hanya bersifat teoritis.

Toleransi dinamis yaitu toleransi aktif melahirkan kolaborasi untuk tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat beragama bukan dalam bentuk teoritis, tetapi sebagai refleksi dari kebersamaan umat beragama sebagai satu bangsa.

Menurut Harun Nasution, toleransi meliputi lima hal sebagai berikut:

Pertama, Mencoba melihat kebenaran yang ada di luar agama lain. Ini berarti, kebenaran dalam hal keyakinan ada juga dalam agama-agama. Hal ini justru akan membawa umat beragama ke dalam jurang relativisme kebenaran dan pluralisme agama. Sebab, kepercayaan bahwa kebenaran tidak hanya ada dalam satu agama berarti merelatifkan kebenaran Tuhan yang absolut. Argumen menyerupai ini bahwasanya tidak baru. Hal yang sama telah usang diutarakan oleh John Hick dalam bukunya A Christian Theology of Religions: The Rainbow of Faiths.

Kedua, Memperkecil perbedaan yang ada di antara agama-agama.
Ketiga, Menonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam agama-agama. Antara poin kedua dan ketiga terdapat relasi dalam hal persamaan agama-agama. Namun, pada dasarnya, yang terpenting justru bukanlah persamaannya, tapi perbedaan yang ada dalam agama-agama tersebut. Teori evolusi Darwin misalnya, ia yakin bahwa insan berasal dari monyet sehabis melihat banyaknya persamaan antara insan dan kera. Akan tetapi, Darwin lupa bahwa insan juga mempunyai perbedaan mendasar yang tidak dimiliki monyet. Manusia mempunyai logika sedangkan monyet tidak. Inilah yang meruntuhkan teori evolusi.

Keempat, Memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan. Kelima, Menjauhi praktik serang-menyerang antar agama. Tampaknya, dikala beropini menyerupai ini Harun melihat sejarah kelam sekte-sekte agama Kristen. Sebab, dalam sejarah, Islam tidak pernah menyerang agama-agama lain terlebih dulu. Hal ini sanggup ditelusuri dalam sejarah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan Khulafa' ar-Rashidin. Di mana agama-agama (Yahudi dan Kristen) justru mendapatkan proteksi penuh tanpa pembantaian. Selain Harun Nasution, Zuhairi Misrawi juga beropini dalam bukunya al-Qur’an Kitab Toleransi dengan menyampaikan bahwa toleransi harus menjadi pecahan terpenting dalam lingkup intraagama dan antaragama.

Lebih lanjut, ia berasumsi bahwa toleransi yaitu upaya dalam memahami agama-agama lain alasannya yaitu tidak bisa dipungkiri bahwa agama-agama tersebut juga mempunyai aliran yang sama wacana toleransi, cinta kasih dan kedamaian.

Selain itu, Zuhairi mempunyai kesimpulan bahwa toleransi yaitu mutlak dilakukan oleh siapa saja yang mengaku beriman, terpelajar dan mempunyai hati nurani. Selanjutnya, paradigma toleransi harus dibumikan dengan melibatkan kalangan agamawan, terutama dalam membangun toleransi antar agama. Dari paparan di atas sanggup kita pahami bahwa istilah toleransi dalam perspektif Barat yaitu perilaku menahan perasaan tanpa agresi protes apapun, baik dalam hal yang benar maupun salah. Bahkan, ruang lingkup toleransi di Barat pun tidak terbatas.

Termasuk toleransi dalam hal beragama. Ini memperlihatkan bahwa penggunaan terminologi toleransi di Barat sarat akan nafas pluralisme agama. Yang mana paham ini berusaha untuk melebur semua keyakinan antar umat beragama. Tidak ada lagi pengukuhan yang paling benar sendiri dan yang lain salah. Akhirnya, semua pemeluk agama wajib meyakini bahwa kebenaran ada dalam agama-agama lainnya, sehingga beragama tidak ada bedanya dengan berpakaian yang bisa berganti setiap hari.

Dari klarifikasi di atas sanggup dipahami bahwa toleransi antar umat beragama berarti suatu perilaku insan sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai insan yang beragama lain. Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertakwa kepada yang kuasa berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing yaitu mutlak. Semua agama menghargai insan maka dari itu semua umat beragama juga wajib untuk saling menghargai. Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan hidup.

Prinsip-prinsip Toleransi Beragama


Dalam melakukan toleransi beragama kita harus mempunyai perilaku atau prinsip untuk mencapai kebahagiaan dan ketenteraman. Adapun prinsip tersebut adalah:

1. Kebebasan Beragama


Hak asasi insan yang paling esensial dalam hidup yaitu hak kemerdekaan atau kebebasan baik kebebasan untuk berfikir maupun kebebasan untuk berkehendak dan kebebasan di dalam menentukan kepercayaan atau agama. Kebebasan merupakan hak yang mendasar bagi insan sehingga hal ini yang sanggup membedakan insan dengan makhluk yang lainnya. Kebebasan beragama sering kali disalah artikan dalam berbuat sehingga insan ada yang mempunyai agama lebih dari satu.

Yang dimaksudkan kebebasan beragama di sini bebas menentukan suatu kepercayaan atau agama yang berdasarkan mereka paling benar dan membawa keselamatan tanpa ada yang memaksa atau menghalanginya, kemerdekaan telah menjadi salah satu pilar demokrasi dari tiga pilar revolusi di dunia. Ketiga pilar tersebut yaitu persamaan, persaudaraan dan kebebasan.

Kebebasan beragama atau rohani diartikan sebagai suatu ungkapan yang memperlihatkan hak setiap individu dalam menentukan keyakinan suatu agama.

2. Penghormatan dan Eksistensi Agama lain


Etika yang harus dilaksanakan dari perilaku toleransi sehabis memperlihatkan kebebasan beragama yaitu menghormati eksistensi agama lain dengan pengertian menghormati keragaman dan perbedaan ajaran-ajaran yang terdapat pada setiap agama dan kepercayaan yang ada baik yang diakui negara maupun belum diakui oleh negara. Menghadapi realitas ini setiap pemeluk agama dituntut supaya senantiasa bisa menghayati sekaligus memposisikan diri dalam konteks pluralitas dengan didasari semangat saling menghormati dan menghargai eksistensi agama lain. Dalam bentuk tidak mencela atau memaksakan maupun bertindak sewenang-wenangnya dengan pemeluk agama lain.

3. Agree in Disagreement


"Agree in Disagreement" (setuju di dalam perbedaan) yaitu prinsip yang selalu didengugkan oleh Mukti Ali. Perbedaan tidak harus ada permusuhan, alasannya yaitu perbedaan selalu ada di dunia ini, dan perbedaan tidak harus menjadikan pertentangan. Dari sekian banyak pedoman atau prinsip yang telah disepakati bersama, Said Agil Al Munawar mengemukakan beberapa pedoman atau prinsip, yang perlu diperhatikan secara khusus dan perlu disebar luaskan menyerupai tersebut di bawah ini:

a. Kesaksian yang jujur dan saling menghormati (frank witness and mutual respect) Semua pihak dianjurkan membawa kesaksian yang terus terang wacana kepercayaanya di hadapan Tuhan dan sesamanya, supaya keyakinannya masing-masing tidak ditekan ataupun dihapus oleh pihak lain. Dengan demikian rasa curiga dan takut sanggup dihindarkan serta semua pihak sanggup menjauhkan perbandingan kekuatan tradisi masing-masing yang sanggup menjadikan sakit hati dengan mencari kelemahan pada tradisi keagamaan lain.

b. Prinsip kebebasan beragama (religius freedom). Meliputi prinsip kebebasan perorangan dan kebebasan sosial (individual freedom and social freedom) Kebebasan individual sudah cukup terang setiap orang mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang disukainya, bahkan kebebasan untuk pindah agama. Tetapi kebebasan individual tanpa adanya kebebasan sosial tidak ada artinya sama sekali. Jika seseorang benar-benar menerima kebebasan agama, ia harus sanggup mengartikan itu sebagai kebebasan sosial, tegasnya supaya agama sanggup hidup tanpa tekanan sosial. Bebas dari tekanan sosial berarti bahwa situasi dan kondisi sosial memperlihatkan kemungkinan yang sama kepada semua agama untuk hidup dan berkembang tanpa tekanan.

c. Prinsip penerimaan (Acceptance) Yaitu mau mendapatkan orang lain menyerupai adanya. Dengan kata lain, tidak berdasarkan proyeksi yang dibentuk sendiri. Jika kita memproyeksikan penganut agama lain berdasarkan kemauan kita, maka pergaulan antar golongan agama tidak akan dimungkinkan. Makara contohnya seorang Katolik harus rela mendapatkan seorang penganut agama Islam berdasarkan apa adanya, mendapatkan Hindu menyerupai apa adanya.

d. Berfikir konkret dan percaya (positive thinking and trustworthy) Orang berpikir secara "positif" dalam perjumpaan dan pergaulan dengan penganut agama lain, kalau ia sanggup melihat pertama yang positif, dan yang bukan negatif. Orang yang berpikir negatif akan kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. Dan prinsip "percaya" menjadi dasar pergaulan antar umat beragama. Selama agama masih menaruh prasangka terhadap agama lain, usaha-usaha ke arah pergaulan yang bermakna belum mungkin. Sebab arahan etik pergaulan yaitu bahwa agama yang satu percaya kepada agama yang lain, dengan begitu obrolan antar agama antar terwujud.

Mewujudkan kerukunan dan toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama merupakan pecahan perjuangan membuat kemaslahatan umum serta kelancaran relasi antara insan yang berlainan agama, sehingga setiap golongan umat beragama sanggup melakukan pecahan dari tuntutan agama masing-masing.

Referensi:
  1. Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawir (Yogyakarta: Balai Pustaka Progresif, t.th.), 1098.
  2. W. J. S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), 184.
  3. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama (Jakarta : Perspektif, 2005), 212.
  4. Zuhairi Misrawi, Quran Kitab Toleransi (Jakarta : Pustaka Oasis, 2007), 161.
  5. Ibid. 16, 159, 
  6. Kevin Osborn, Tolerance, (New York : 1993) 11.
  7. Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keragaman (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), 13.
  8. Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama (Jakarta: Ciputat Press, 2003),
  9. Dyayadi, M.T., Kamus Lengkap Islamologi (Yogyakarta : Qiyas, 2009), 614.
  10. John Hick, A Christian Theology Of Religions: The Rainbow Of Faiths (America : SCM, 1995), 23.
  11. Zuhairi Misrawi, Quran Kitab Toleransi..., 159.
  12. Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang), 22.
  13. Abd. Al Mu’tal As Saidi, Kebebasan Berfikir dalam Islam (Yogyakarta: Adi Wacana, 1999), 4.
  14. Ruslani, Masyarakat Dialoq Antar Agama, Studi atas Pemikiran Muhammad Arkoun (Yogyakarta: Yayasan Bintang Budaya, 2000), 169.
  15. Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar menuju Dialoq dan Kerukunan Antar Umat Beragama (Surabaya: Bina Ilmu, 1978), 22, 24.

No comments:

Post a Comment